Pajak Trading Crypto di Indonesia: Bagaimana Penerapannya?

Pajak Trading Crypto di Indonesia: Bagaimana Penerapannya?

Trading crypto sekarang ini menjadi perbincangan di mana-mana dan banyak yang tertarik untuk terjun ke dalamnya. Ini tak lepas dari harga aset kripto yang meroket setahun belakangan ini. Jadi keuntungannya pun sangat menggiurkan.

Tercatat kurang lebih lima ribu aset kripto yang beredar di seluruh dunia. Namun, yang menjadi primadona tetap bitcoin, ethereum, binance coin, tether, dan yang menjadi ‘kuda hitam’ dogecoin. Melihat pergerakan harga yang fluktuatif membuat aset kripto seperti bitcoin dicari untuk trading.

Di Indonesia sendiri, dilansir dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), tercatat ada 229 jenis mata uang kripto yang sudah sah dan diakui di Indonesia. Tapi, aset kripto di Indonesia tidak bisa digunakan untuk transaksi jual-beli barang, alias pengganti mata uang. Namun, diizinkan untuk transaksi jual-beli aset kripto sendiri.

Untuk konsep trading crypto sama seperti trading pada umumnya, yaitu kita akan memperoleh keuntungan dari selisih harga beli dan harga jual. Dan beli di harga lebih rendah, jual di harga yang tinggi.

Aset kripto memang termasuk hal yang baru di Indonesia, tetapi sudah memiliki regulasi dan dipayungi oleh Bappebti. Jika saham termasuk ke dalam jenis investasi yang wajib untuk lapor pajak ke dalam SPT Tahunan, begitu juga dengan reksa dana, lalu bagaimana dengan pajak trading crypto?

Memanfaatkan Automated Trading, Apa Keuntungannya?

Daftar Isi

Regulasi Pajak Trading Crypto di Indonesia

Seperti yang diketahui, aset kripto memiliki konsep desentralisasi. Di sini, tidak ada pihak ketiga dalam hal ini bank sentral dalam mengatur aktivitasnya di pasar. Untuk itulah setiap negara memiliki peraturan tersendiri.

Aset kripto seperti bitcoin sudah disahkan dan juga diakui di negara kita untuk diperdagangkan. Adapun regulasinya sudah diatur di bawah payung Kementerian Perdagangan (Kemendag) Republik Indonesia. Aset kripto menurut regulasi bisa untuk komoditas investasi aset digital.

Baca juga:  Mengapa Market Cap Penting untuk Kamu Ketahui dalam Investasi atau Trading Crypto?

Regulasi dari Bappebti diatur dalam Peraturan Bappebti No.7 tahun 2020 tentang Penetapan Daftar Aset Kripto yang Bisa Diperdagangkan di Pasar Fisik Aset Kripto. Peraturan ini sudah diterbitkan dan berlaku sejak 17 Desember 2020 silam.

Peraturan tersebut mengatur beberapa hal yakni:

  • Mengatur penetapan mekanisme pengurangan juga penambahan aset kripto yang diperdagangkan di pasar aset kripto
  • Mengatur mekanisme akan penyelesaian dari permasalahan pelanggan akibat delisting aset kripto yang tidak terdaftar di peraturan tersebut

Adanya peraturan ini memiliki tujuan agar masyarakat bisa melakukan perdagangan fisik aset kripto dan juga kepastian hukum sekaligus perlindungan untuk yang terlibat di dalamnya.

Bagaimana dengan Regulasi Pajak Kripto?

Di tahun 2018 silam, Bappebti telah mengeluarkan sebuah ketetapan bahwa aset kripto dianggap sebagai bentuk subjek komoditi di negara kita. Jadi, aset kripto pun akan dikenakan pajak sebagai harta ketika melaporkan di Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) pajak.

Untuk trader crypto perseorangan, maka dikategorikan ke wajib pajak orang pribadi, yang disesuaikan dengan UU PPh Orang Pribadi.

Dilansir dari pernyataan Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jendral Pajak, Hestu Yoga Saksmana, keuntungan dari hasil trading (jual beli maupun investasi) adalah penghasilan yang kena pajak. Pajak yang dikenakan adalah PPh, dan wajib pajak harus melaporkannya ke dalam SPT pajak tahunan setiap tahun.

Lanjut lagi, tidak ada perhitungan khusus akan keuntungan dari trading bitcoin dan trading kripto lainnya. Cukup dihitung dari keuntungan saja yang dijadikan objek pajak penghasilan.

Tentang Pajak Penghasilan

Agar kamu bisa lebih paham tentang pajak kripto di negara kita, kamu harus memahami lebih dulu isi UU No. 17 tahun 2000 tentang PPh. Di UU ini, subjek PPh dibagi ke dalam tiga kategori yaitu:

  • Badan
  • Warisan
  • Orang pribadi
Baca juga:  Apa Itu Cryptocurrency? Hal Dasar yang Perlu Diketahui Dulu

Apabila kamu tercatat sebagai WNI, maka berdasarkan UU PPh No. 36 Tahun 2008, kamu termasuk ke dalam kategori subjek pajak pribadi. Dan kewajiban lapor SPT tahunan orang pribadi menggunakan sistem self-assessment artinya melaporkan secara pribadi.

Untuk jenis pajak yang akan dikenakan atas keuntungan aset kripto adalah PPh di pasal 25/29.

PPh 25 merupakan pembayaran pajak penghasilan yang akan dilakukan secara bertahap. Untuk tujuan dari PPh ini adalah meringankan beban dari wajib pajak baik badan maupun orang pribadi. Batas waktu pembayaran dari PPh pasar 25 ini adalah tanggal 15 bulan berikutnya dari masa pajak yang dibayarkan.

Adapun keuntungan dari trading crypto akan dikenakan pajak PPh berdasarkan PP No.23 sebesar 0,5% tanpa ada ketentuan minimal dari maksimal omest Rp 4,8 miliar per tahun. Apabila keuntungan dari trading sudah melebihi nominal tersebut maka akan dikenakan tarif progresif sebesar 5-30% persen.

Apabila trading crypto berwujud badan perusahaan, maka PPh akan dikenakan sesuai tarif PPh Badan. Untuk tarif PPh Badan sebesar 25%.

Sebaiknya, kamu jangan sampai telat untuk membayar pajak. Karena, setiap keterlambatan pelaporan PPh Pasal 25, kamu akan dikenakan sanksi berupa bunga 2% setiap bulan dari tanggal jatuh tempo sampai kamu full melunasi pajak.

Pajak Trading Crypto di Indonesia: Bagaimana Penerapannya?

Pajak Bitcoin dan Pajak Kripto Masih dalam Tahap Diskusi

Pembahasan akan pajak trading crypto, pajak bitcoin, dan aset crypto lainnya masih dalam tahap diskusi.

Dari pihak Bappebti tengah mengusulkan pengenaan akan pajak penghasilan final dari transaksi aset seperti yang sudah dilakukan terhadap investasi dan trading saham di Bursa Efek Indonesia.

Sekarang ini Bappebti tengah berdiskusi dengan pihak Kementerian Keuangan tentang pajak aset kripto ini. Diharapkan dengan adanya regulasi bisa memberikan kepastian kepada masyarakat tentang perhitungan pajaknya.

Baca juga:  Ini Dia 5 Tempat Cryptocurrency Trading Terbaik Saat Ini yang Cocok untuk Trader Pemula

Tujuan adanya regulasi pajak kripto ini pun diharapkan agar bisa mencegah dana para trader ataupun investor lari ke luar negeri. Apabila tarif pajak yang ditetapkan tinggi, maka demand dolar USA akan naik dan bisa menekan nilai tukar mata uang rupiah. Ini yang harus dipikirkan secara matang.

6 Perusahaan Hodler Bitcoin Terbanyak di Dunia

Cara Bayar Pajak Trading Crypto

Untuk cara bayar pajak trading crypto, kurang lebih sama dengan pembayaran penghasilan saham. Bedanya untuk aset kripto belum ada ketentuan ya seperti saham, hanya mencantumkan keuntungan saja di kolom harga.

Berikut ini langkah cara bayar pajak trading crypto sejauh ini:

  1. Unduh formulir SPT 1770 saat ingin melaporkan SPT tahunan
  2. Formulir SPT 1770 ini ada beberapa bagian, lanjut ke SPT 1770-IV
  3. Di formulir SPT 1770-IV, isi bagian harta pada akhir tahun
  4. Di tabel tersebut, isikan nama harta dengan aset kripto yang dimiliki, isi tahun kepemilikan dan keuntungan yang kamu peroleh dari trading crypto. Jangan lupa untuk konversi dulu ke rupiah.
  5. Laporkan ke kantor pajak atau submit ke website pajak.

Pelaporan SPT tahunan bisa kamu lakukan secara online melalui e-filling. Jadi nggak perlu repot datang ke kantor pajak. Namun, jika internetmu lemot, kamu juga bisa menggunakan e-form di kantor pajak.

Kesimpulannya, untuk sekarang ini belum ada peraturan untuk tarif pajak trading crypto seperti saham pada umumnya. Perorangan wajib lapor SPT tahunan apabila melakukan trading crypto, yaitu ketika kamu mendapatkan keuntungan dari jual-beli aset kripto dan melaporkannya dalam kolom harta. Kalau kamu investasi crypto, belum ada kewajiban untuk melaporkannya.

So, kita tunggu lagi perkembangan regulasi terkait pajak trading crypto ini selanjutnya ya.

Semoga ulasan ini membantu.