Melesatnya cryptocurrency di tahun ini membuat orang-orang tertarik untuk mencari tahu lebih jauh tentang mata uang digital ini. Salah satu pilihan untuk mendapatkan cuan dari penggunaan aset kripto adalah dengan staking crypto.
Memutuskan melakukan investasi maupun trading di cryptocurrency selain memahami cara kerja, penting juga untuk mengetahui risiko yang akan diterima saat melakukannya. Agar ke depannya, kamu bisa mencegah hal-hal terburuk terjadi yang memengaruhi kesehatan keuanganmu.
Di artikel sebelumnya sudah menjelaskan pengertian staking crypto, yaitu kegiatan yang dilakukan oleh pengguna aset kripto dalam memeroleh keuntungan dengan cara memvalidasi transaksi atau segala aktivitas yang terjadi di sistem blockchain. Namun, dalam hal ini, pengguna mesti menyimpan atau mengunci dulu aset kriptonya ke dalam dompet digital agar dianggap layak mendapatkan keuntungan yang dimaksud.
Cara kerja staking kripto ini menggunakan algoritme proof of stake (PoS).
Proof of stake (PoS) merupakan algoritme yang memiliki peran penting dalam validasi transaksi berdasarkan konsensus yang terdistribusi. Ringkasnya, pengguna bisa menambang atau melakukan validasi transaksi aset kripto di blockchain sesuai seberapa banyak jumlah koin yang ia ‘kunci’.
Artinya, jika kamu memiliki koin yang banyak, maka kamu pun punya daya tawar (stake) yang tinggi dalam melakukan hal tersebut. Semakin banyak jumlah koin yang ‘dikunci’ dalam dompet digital, pengaruhnya dalam sistem blockchain akan semakin signifikan. Dan di sinilah, pengguna berpotensi tinggi untuk mendapatkan cuan dengan memanfaatkan posisinya.
Salah satu contoh penggunaan algoritma proof of stake adalah kegiatan yang ada di atas sistem blockchain Ethereum.
Untuk melakukan staking crypto, ternyata bisa dilakukan melalui beberapa medium. Apa saja mediumnya?
Daftar Isi
Medium Staking Crypto
1. Dompet Pribadi (Cold Wallets)
Dalam melakukan staking crypto, pengguna bisa menggunakan dompet aset kripto personal. Tapi, ada syarat yang harus dipatuhi pengguna, yaitu wajib ‘mengunci’ aset kripto dalam jangka waktu tertentu.
Apabila pengguna memindahkan aset kripto sebelum periode berakhir, maka keuntungannya adalah menguap atau hangus. Untuk itu medium seperti ini dikenal dengan cold wallets.
2. Platform Exchange Aset Kripto
Ini merupakan platform umum yang digunakan pengguna dalam melakukan staking crypto. Karena, medium ini merupakan cara umum bagi pengguna dalam mendiversifikasi aset kripto yang menganggur.
DI platform ini, pengguna bisa melakukan staking ke serangkaian aset kripto yang menggunakan algoritme proof of stake seperti Tezos, Algorand, Icon, dan Ethereum.
3. Platform Khusus Jasa Staking
Platform ini khusus bagi pemilik aset kripto yang niatnya hanya untuk melakukan staking crypto. Kekurangannya, platform jenis ini akan memungut sekian persen dari keuntungan staking pengguna, yang sering dianggap sebagai biaya transaksi.
Medium ini umumnya dikenal sebagai soft staking.
4. Platform Staking Decentralized Finance (DeFi)
Ini adalah medium staking crypto di dalam ekosistem DeFi.
DeFi merupakan ragam aplikasi jasa keuangan menggunakan aset kripto yang berjalan di sistem blockchain Ethereum. Dalam melakukan aktivtiasnya, aplikasi ini bertindak layaknya perusahaan jasa keuangan konvensional, contohnya jasa pinjam meminjam.
Dan ini berlaku juga dalam staking crypto menggunakan aplikasi DeFi. Nantinya, pengguna akan menyimpan aset kripto di rekening DeFi (seperti membuka rekening di bank) kemudian aset tersebut akan disalurkan untuk kegiatan aset kripto dan pengguna akan mendapatkan keuntungan dari bunga kredit dari pinjaman tersebut.
Kelebihan staking di aplikasi DeFi tidak hanya terbatas di kegiatan pinjam meminjam. Karena, ada juga aplikasi DeFi yang bertindak seperti manajemen investasi konvensional. Aktivitas utamanya adalah mengumpulkan aset kripto yang ‘dikunci’ dalam dompet digital dan menyebarkan kembali ke beberapa platform yang bisa mendatangkan keuntungan dalam jumlah yang lumayan.
Setelah mempelajari medium staking crypto, kamu harus bisa memahami risikonya agar bisa meminimalisir terjadinya kerugian.
Risiko Staking Crypto
1. Risiko Pasar
Salah satu risiko terbesar yang akan dihadapi pengguna saat melakukan staking crypto adalah potensi pergerakan harga yang bisa merugikan aset kripto saat melakukan aktivitas tersebut.
Misalnya, ada keuntungan sebesar 15% APY saat staking crypto tapi nilainya turun 50% sepanjang tahun, ini berarti kita sedang mengalami kerugian.
Jadi, untuk pengguna sebaiknya berhati-hati dalam memilih aset kripto yang akan digunakan dalam staking. Hindari memilih aset kripto yang murni berdasarkan angka APY.
2. Risiko Likuiditas
Likuiditas dari aset kripto yang digunakan dalam staking crypto adalah salah satu risiko yang harus diperhatikan.
Jika kita melakukan staking crypto menggunakan aset kripto seperti altcoin mikro yang bisa dikatakan tidak memiliki likuiditas di pasar cyrpto, maka kita bisa mengalami kesulitan saat menjualnya atau mengonversi keuntungannya dalam bentuk bitcoin atau stablecoins.
Melakukan staking crypto dengan tingkat penjualan tinggi bisa mengurangi risiko likuiditas.
3. Jangka Waktu Aset Kripto ‘Dikunci’
Sudah tahu ya, bahwa kalau kita menggunakan dompet digital, maka aset kripto kita akan ‘dikunci’ dalam jangka waktu tertentu. Contohnya Tron dan Cosmos.
Ini tentunya berisiko karena saat aset kripto ‘dikunci’ kemungkinan harga pasarnya turun itu ada dan akan memengaruhi keuntungan yang sudah kita dapatkan secara keseluruhan. Sebaiknya memilih sarana staking crypto yang tidak dikunci dalam jangka waktu tertentu agar bisa meminimalkan risiko.
4. Durasi Reward
Sama seperti jangka waktu aset kripto ‘dikunci’, beberapa staking crypto tidak membayarkan keuntungannya per hari. Jadi, pengguna harus menunggu untuk menerima keuntungannya.
Ini seharusnya tidak akan memengaruhi APY jika kita bisa hodl dan melakukan staking crypto sepanjang tahun. Tapi, kekurangannya ada pada sedikit waktu untuk bisa melakukan investasi kembali dengan keuntungan dalam mendapatkan cuan yang lebih banyak.
Untuk mengurangi risiko negatif sebagai efek dari durasi reward yang panjang di mana akan memengaruhi keuntungan kita, sebaiknya memilih medium yang membayar keuntungan per hari.
5. Risiko Validator
Menjalankan node validator dalam staking crypto akan membutuhkan pengetahuan teknis untuk memastikan saat proses staking berlangsung tidak akan ada gangguan. Node harus memiliki waktu aktif 100% untuk memastikan para pengguna akan mendapatkan keuntungan yang maksimal.
Namun, jika node validator mengalami masalah, kita bisa kena penalti yang tentunya akan memengaruhi keuntungan staking crypto secara keseluruhan.
Untuk mengurangi risiko validator ini, gunakan validator pihak ketiga untuk dititipin aset kripto.
6. Pencurian Kunci
Kemungkinan terjadinya kehilangan kunci dompet digital atau dana dicuri itu ada apabila kita lalai untuk memonitor keamanannya secara berkala.
Terlepas dari mau staking crypto atau sekadar menahan aset kripto, pastikan untguk selalu melakukan backup dompet dan simpanlah kunci pribadi ke dalam penyimpanan aset digital yang menurutmu aman.
Selain itu, disarankan untuk menggunakan aplikasi staking crypto yang sama dengan kita menyimpan kunci pribadi daripada menggunakan platform staking cyrpto pihak ketiga.
Kesimpulan
Melihat animo masyarakat, tidak salah jika dikatakan bahwa staking crypto merupakan mesin pencari cuan di masa depan. Tapi, jangan selalu mengedepankan keuntungan saja tapi harus pahami risiko-risiko di atas.
Merebaknya staking crypto pun akan memunculkan celah bagi para penipu untuk melancarkan aksinya. Mereka akan berpura-pura menawarkan jasa staking dengan imbal hasil yang besar. Inilah yang justru harus lebih diwaspadai karena biasanya berujung pada pencurian aset kripto secara massal.
Jadi, sebelum terjun langsung ke staking crypto, pahami terlebih dulu risiko yang menyertainya.