Dibandingkan dengan beberapa tahun lalu saat hanya ada dua rantai yaitu Bitcoin blockchain dan Ethereum blockchain, sekarang ini jumlah rantai meningkat pesat. Agar mudah dikenali dan diterima dalam kategorisasi blockchain ini kurang lebih sama seperti mengkategorikan protokol internet yaitu mengenalkan konsep layering. Ada terdapat tiga kategori dalam blockchain yaitu layer 1, layer 2, dan layer 0 blockchain.
Tahun 2020 adalah masa kejayaan blockchain dan decentralize applications (DAPPS). Pasalnya, di tahun tersebut harga mata uang kripto memelesat bak roket dan muncul berbagai proyek baru. Seiring dengan merebaknya tren ini, jumlah DAPP pun tidak terhitung lagi, di sisi lain berbagai proyek mencoba untuk mengembangkan fundamental dari teknologi blockchain.
Teknologi blockchain merupakan campuran unik dari beberapa konsep seperti game theory dan kriptografi, di mana di dalamnya ada berbagai kemungkinan implementasi, salah satu yang paling terkenal adalah mata uang kritpo.
Di mata uang kripto, blockchain berperan dalam menurunkan gas fee, menghilangkan perantara, peningkatan efisiensi, keamanan, transparan dalam semua transaksi.
Tidak sampai di situ saja, blockchain harus sangat terukur dalam menangani peningkatan transaksi, pengguna dan data lainnya. Dari permasalahan dasar yang muncul di blockchain, maka hadirlah layer 1, layer 2, dan layer 0 blockchain.
Nah, sebelum kamu mengetahui tentang lapisan blockchain tersebut, sebaiknya pahami terlebih dulu alasan mengapa layer ini ada di blockchain. Layer 1, layer 2, dan layer 0 blockchain muncul sebagai efek dari sebuah kondisi yang disebut scalability trilemma.
Daftar Isi
Mengenal Scalability Trilemma
Istilah scalability trilemma pertama kali dikenalkan oleh pendiri Ethereum, Vitalik Buterin.
Mengapa disebut trilemma? Karena ada tiga aspek utama di blockchain yang mesti diseimbangkan. Ketiga aspek tersebut adalah keamanan, skalabilitas, dan desentralisasi.
Dalam perjalanannya, para developer blockchain ternyata tidak mampu menyeimbangkan ketiga aspek tersebut secara bersamaan. Yang terjadi adalah developer mesti ‘mengorbankan’ salah satu aspek agar dua lainnya bisa berjalan secara optimal.
Tidak mampu menyeimbangkan ketiga aspek blockchain pun dialami oleh Buterin. Sebagai orang yang mengembangkan Ethereum, Buterin bisa mencapai desentralisasi tinggi, tingkat keamanan yang solid, sayangnya skalabilitasnya rendah.
Ini tentunya tidak sejalan dengan tujuan awal blockchain di mana untuk menghilangkan perantara (desentralisasi), peningkatan keamanan dan transparasi di dalamnya (keamanan) dan bisa menurunkan biaya tanpa mengurangi efesiensi sebuah transaksi (skalabilitas).
Kondisi inilah yang membuat para developer blockchain terjebak dalam sebuah trilemma untuk bisa memaksimalkan satu atau dua aspek utama tersebut.
Konsep scalability trilemma ini tidak jauh berbeda dengan sebuah istilah populer di masyarakat yaitu college life trilemma.
Analogi konsep tersebut adalah seorang mahasiswa sulit mendapatkan nilai bagus, kehidupan sosial yang menyenangkan, dan waktu tidur yang cukup di dalam waktu bersamaan ketika menempuh kehidupan kuliah.
Seorang mahasiswa paling tinggi hanya bisa menikmati secara maksimal dua dari tiga hal tersebut.
Agar bisa mengatasi kondisi trilemma tersebut, maka muncullah layer 1, layer 2, dan layer 0 blockchain.
Memahami Tiga Lapisan Layer 1, Layer 2, dan Layer 0 Blockchain
Layer 1 Blockchain
Layer 1 blockchain adalah jaringan dasar di dalam blockchain. Layer ini memiliki kemampuan dalam validasi dan juga menyelesaikan segala transaksi tanpa membutuhkan jaringan yang lain. Jadi, protokol ini bisa memungkinkan para pengguna dalam melakukan transaksi secara bebas sebelum seluruh riwayat transaksi (jual maupun beli) dicatatkan ke rantai utama.
Adapun ciri khas dari layer 1 blockchain ini adalah mempunyai token asli sendiri yang digunakan dalam membayar seluruh biaya transaksi. Contoh layer 1 ini pasti sangat familier bagi kamu, yakni Bitcoin, Ethereum, Solana.
Layer 1 blockchain ini tidak sempurna karena mengalami scalability trilemma. Contohnya seperti yang sudah diungkapkan di atas, jika blockchain memiliki sifat keamanan solid dan desentralisasi, di sisi lain skalabilitasnya sangat terbatas.
Ini disebabkan karena jaringan blockchain di awal memang fokus dalam mengokohkan aspek keamanan dan desentralisasi terlebih dulu dibandingkan skalabilitas. Kedua aspek tersebut akan sulit dibangun ketika blockchain sudah resmi diluncurkan.
Jadi, tidak mengherankan apabila jaringan blockchain yang ada sekarang ini memiliki skalabilitas yang belum sanggup menampung arus pertukaran data dalam ukuran global. Apabila, di awal mau fokus ke aspek skalabilitas, maka para pengembang mesti rela keunggulan aspek keamanan dan desentralisasi.
Di layer 1 blockchain belum bisa memberikan solusi untuk mengatasi scalability trilemma, maka lahirlah layer 2 yang mesti dipasang oleh para developer dalam mengatasi masalah tersebut.
Layer 2 Blockchain
Layer 2 blockchain ini adalah sistem atau jaringan yang berjalan di atas protokol blockchain layer 1 bertujuan untuk meningkatkan skalabilitas serta efisiensinya.
Tujuan utama dari layer 2 adalah agar bisa menyelesaikan masalah seperti lambatnya kecepatan transaksi di blockchain. Selain itu juga, layer 2 ini diharapkan bisa membentuk solusi untuk masalah skalabilitas yang muncul akibat tidak efisiensinya validasi transaksi di layer 1 blockchain.
Jika melihat teori umum, layer 1 blockchain akan membagi ‘beban’ skalabilitasnya ke layer 2. Lalu, layer 2 blockchain akan memproses transaksi yang seharusnya menjadi ‘beban’ dari layer 1. Nah, pada akhirnya skalabilitas blockchain pun bisa meningkat dan biaya transaksi menjadi lebih murah.
Sebenarnya, ini adalah masalah umum di dunia kripto. Sebagai contoh, di Bitcoin dan Ethereum yang memiliki masalah skalabilitas. Masalah di sini datang dari kurang cepatnya sebuah validasi transaksi, efek yang terjadi adalah transaksi per detik dari kedua blockchain tersebut menjadi lebih lambat.
Dari masalah tersebut, akibatnya lagi pertumbuhan dari kedua blockchain menjadi sulit, sehingga sampai saat ini layer 2 didorong menjadi sebuah solusi.
Di blockchain Bitcoin, layer 2 biasa disebut dengan Bitcoin Lightning Network. Sedangkan di Ethereum, masalah skalabilitas sedang terjadi perubahan fokus di mana sebelumnya lapisan kedua namanya Ethereum Plasma, sekarang menjadi Optimism.
Jika diringkas, kehadiran layer 2 ini sangat penting, alasannya:
- Memberikan kesempatan blockchain dalam menjalankan fungsi serta manfaat lain, contohnya, game blockchain
- Akan mengurangi biaya jaringan, ini bisa menarik minat banyak user
- Pembaruan karena masalah skalabilitas blockchain tidak akan memengaruhi keandalan dari desentralisasi juga kemanan di layer 1.
Layer 0 Blockchain
Protokol layer 0 blockchain adalah ground floor untuk semua protokol blockchain. Dan layer 0 blockchain ini ada di platform Polkadot.
Jika proyek layer 1 memungkinkan DAPPs dibangun di blockchain seperti Aave dan Uniswap di jaringan Ethereum, maka layer 0 memungkinkan seluruh blockchain dibangun di atasnya.
Contoh, Binance Chain (layer 1) dibangun menggunakan Cosmos SDK, framework dari Cosmos ini bisa membangun blockchain. Layer 0 tidak hanya memungkinkan blockchain bisa dibangun di atasnya tapi juga interoperablitas lintas rantai antara layer 1. Yang artinya, blockchain yang berbeda bisa berkomunikasi satu sama lainnya. Fitur inilah yang biasanya hilang di layer 1.
Mengapa layer 0 blockchain diperlukan?
Karena layer 1 memiliki keterbatasan dan layer 0-lah yang memperbaikinya.
Lapisan ini dikatakan akan menjadi masa depan pengembangan blockchain dan sebagai jalan menuju Web 3.0.
Layer 0 blockchain ini ada di bawah jaringan layer 1 (blockchain utama) dan memiliki fungsi menghubungkan beberapa layer blockchain untuk menjadi satu blockchain besar. Jadi sangat jelas mengapa layer 0 mempunyai kekuatan yang luar biasa karena bisa menopang keandalan dari aspek skalabilitas dan interoperabilitas blockchain. Di mana ini bisa menguhubungkan berberapa blockchain yang memiliki keunggulan serta manfaat tesendiri.
Analoginya seperti ini:
Ada satu rantai yang dioptimalisasi untuk manajemen identitas, satu rantai lainnya memiliki manfaat sebagai penyimpan data. Karena dua rantai ini terhubung dengan layer 0, maka masing-masih rantai bisa saling komunikasi dan berbagi data satu sama lainnya.
Sebagai tambahan, berikut contoh dari layer 1, layer 2, dan layer 0 blockchain.
Gimana, sudah paham tentang layer 1, layer 2, dan layer 0 blockchain?
Semoga artikel di atas bisa bermanfaat ya dan kamu lebih memahami tentang seluk-beluk berbagai layer yang ada di blockchain.